Kisahnya sama dengan motto tugas akhir ku
"Hargai proses hidup karena suatu saat kita akan tersenyum mengingat proses tersebut"
Sebuah kisah keramik indah yang bisa kujadikan pedoman untuk aku selalu
bersyukur atas semua anugerah yang diberikan untukku, untuk semua pola yang
diciptakan untuk memebentuk kehidupanku. Terimakasih untuk Tuhan sang
penciptaku atas segala kasih dan rahmat yang senantiasa selalu mengalir dalam
kehidupanku. Terimakasih.
Berawal dari keputusasaanku ketika tidak ada satu orang pun melihat
keadanku. Mereka hanya berjalan, tanpa sekalipun menoleh ke arahku. Hanya
lewat. Aku mulai berfikir untuk ketidakbergunaan diriku di muka bumi ini.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengubah nasibku. Sungguh malang, karena
aku tidak bisa merubah hidupku untuk bisa dilihat oleh orang lain.
Suatu hari, seseorang datang menghampiriku dan mendekatiku. Aku diambil dari
tempat asalku dan diletakkan dalam suatu tempat dengan mereka yang bernasib
sama denganku. Suatu kebahagiaan karena telah mengetahui bahwa bukan hanya aku
saja yang berfikir tidak berguna, tetapi masih ada mereka-yang ada di sekitarku
sekarang yang juga berfikir demikian. Senang melihat kami bisa berkumpul
bersama. Berkumpul dengan nasib yang sama.
Tidak berapa lama, kami dipindah ke suatu wadah, yang aku sendiri tidak tahu
itu tempat apa. Aku sendiri diletakkan di atas piringan kemudian diberi air,
dipukul, dibanting, dan dibuat menjadi lunak. Aku tahu aku ingin berguna suatu
saat, tapi kalau dengan penyiiksaan seperti ini, aku tidak bisa. Aku berteriak
sekeras mungkin, berharap dia-yang membantingku-mendengarkan teriakanku. Ingin
rasanya kembali ke tempat asalku, merasakan kenyamanan disana meskipun tidak
ada seorang pun yang mengacuhkanku. Sakit, teramat sakit, sampai aku sendiri
tidak bisa berkata apa-apa lagi. Setelah tubuhku lunak, aku dibentuk sesukanya.
Diputar memakai alat, ditekan agar padat, diberi air sedikit demi sedikit agar
serpihan tubuhku menyatu sempurna. Tak ada hal yang bisa kulakukan kecuali
melihat diriku disiksa oleh dia-yang telah mengambilku dari tempat asalku.
Setelah beberapa jam merasakan penyiksaan yang cukup berat, akhirnya aku
diletakkan di atas meja-dan penyiksaan tadi pun-selesai sudah. Aku juga melihat
mereka yang tadi bersamaku-di sebuah wadah-juga berada di dekatku di atas meja.
Mereka menangis tersedu-sedu, karena mereka juga merasakan penyiksaan yang sama
denganku. Hanya isak tangis yang bisa ku dengar untuk saat ini. Hanya
itu.
Tak lama kemudian, kami diambil oleh dia yang berbeda. Kami dipencar sesuai
keinginan mereka. Kemudian, benda yang berambut dan cair dipoles ketubuhku. Aku
dibentuk sesuai dengan pola yang dia inginkan. ‘Penyiksaan apa lagi ini?’
batinku. Ingin sekali keluar dari genggaman tangan yang sedang membentukku
sekarang. Sakit. Rasa penyesalan pun mengalir dalam hatiku. ‘Andai saja aku
bisa bersyukur dengan keadaanku yang dulu, andai saja aku tidak banyak
mengeluh, andai saja aku tidak ikut dia yang membawaku ke tempat ini, andai
saja....’. Dia telah selesai membentukku sesuai dengan keinginannyya,
ingin sekali aku meneriakinya seperti ini ‘Sudah puas sekarang? Apa masih ada
hal lain yang lebih menyakitkan dari ini?’. Aku menangis melihat keadaanku
sekarang. Menangis sejadi-jadinya karena aku tidak tahu apa yang sedang
terjaddi terhadapku.
Untuk beberapa jam aku dibiarkan berada di atas meja (lagi). Ingin pergi
dari neraka ini, dari penyiksaan ini yang gak tahu kapan akan berakhir. Aku
ingin pulang. Tak apa kalau aku hanya berdiam diri di tempatku, tak apa tidak
ada yang mau melihatku, asal aku tidak di tempat ini, tempat penyiksaan ini.
Ingin sekali aku menarik kata ‘terimakasihku’ untuk orang yang membawaku ke
tempat ini. Ku pikir aku akan mendapatkan perlakuan yang layak dari kehidupanku
sebelumnya, tapi ternyata aku salah. Tolong aku, siapa pun yang mendengar
teriakanku sekarang, tolong bawa aku dari tempat ini.!
Hanya beberapa jam-mungkin karena menunggu zat cair mengering di tubuhku-
aku kembali lagi diletakkan dalam sebuah wadah yang SANGAT PANAS MENURUTKU. Aku
tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin berontak, ingin marah semarah-marahnya pada
dia. Sakit, teramat panas disini. Apa tidak ada yang bisa membantuku keluar
dari sini? Apa tidak ada yang mau mengakhiri penderitaanku ini? Sudah capek,
teramat capek dengan semua ini. Aku bisa mendengar teriakan mereka yang ada di
sampingku sekarang. Disini, di tempat ini, kami adalah kumpulan yang terbuang,
yang tidak punya harapan untuk hidup layak, yang selalu dikucilkan, dan tidak
ada yang mau peduli. Ini penderitaan yang paling sakit dari penderitaannya
sebelumnya. Mungkin ini memang jalan akhir dari hidupku. Mungkin setelah ini
aku tidk akan merasakan apa-apa lagi, mungkin aku tidak akan kesepian lagi, dan
mungkin ini adalah akhir dari hidupku. Aku ikhlas sekarang. Aku ikhlas menerima
siksaan ini, siksaan yang membuat aku benar-benar ingin mati secepatnya. Kapan
berakhir? Tolong hentikan sekarang juga. Tolong.....
“Bagus yah, beli ini ya Pak, berapa Pak? Terimakasih”
Apa lagi ini? Aku dimana sekarang? Kapan hawa panas tadi berkhir. Ah,
ternyata siksaan panas itu telah berakhir beberapa minggu yang lalu, dan aku
tidak mengetahuinya. Mungkin panas itu telah membuatku kehilangan kesadaran.
Sekarang aku berada dalam kotak kecil yang sedang dibawa oleh seseorang. Apa
lagi ini? Siksaan apa lagi yang akan ku terima?
“Ma, aku taruh di lemari yang ada di ruang tamu ya, soalnya cantik”
Sekarang aku sudah berada di dalam sebuah gedung dan aku diletakkan dalam
sebuah lemari yang indah. Tak tahu perubahan apa yang telah terjadi dalam
diriku sehingga aku dibawa ke tempat ini. Sambutan hangat ku terima di dalam
lemari ini oleh mereka-yang sangat indah menurutku. Di balik kaca, aku melihat
cermin yang memantulkan bentuk tubuhku sekarang. ‘Sungguh indah’, gumamku. Tak
terasa air mata membasahiku karena aku melihat keadaanku yang sekarang.
Sekarang aku bisa berkumpul dengan mereka yang sangat indah, sangat ramah, dan
yang mau berteman denganku. Aku juga ditempatkan di tempat yang layak, di
tempat yang indah, meskipun-dia-tidak menjanjikan tempat ini untukku.
Kebahagiaan melimpahi kehidupanku saat ini. Rasa syukur yang tak bisa
kubayangkan terucap dari mulutku. Sungguh mulia kuasa tangannya yang telah
membentukku seperti ini. Sungguh teramat berdosa, karena aku berkali-kali
menyesal ketika aku dibentuk olehnya.
Terimakasih ku ucapkan karena telah membentukku seindah ini, terimakasih
telah membuatku diperhatikan oleh mereka yang ada di sekitarku, terimakasih
telah mengirimku ke tempat yang layak, terimakasih telah menyempurnakan
kehidupanku dengan cara yang tidak kuduga sebelumnya. Terimakasih karena telah
meluangkan waktu untuk mengubah hidupku. Terimakasih. Semoga banyak jiwa yang
merasakan sentuhan tanganmu di luar sana.
Saat Aku Mencintai Proses, Aku Yakin Bahwa Ada Akhir Indah yang Akan Menjadi Nyata | Maria Tioria Manurung | Agu 4, 2015
08.59 |
0 Comments